translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

translate

Blog Archive

Gajah Mada, Perang Bubat


Quantcast
Di dalam buku ini Anda bukan hanya akan terkesima dengan hasil perjalanan riset Pak Langit atas sejarah Gajah Mada namun bagaimana kombinasinya dengan sejarah Sunda abad 13, yang kala itu masih terbagi menjadi Sunda Galuh dan Sunda Pakuan.
Sampai saat ini, saya terkadang merinding bila mengingat “ide gila” Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara di bawah satu bendera, Majapahit. Perjalanan pulang-pergi Jawa-Kalimantan selama hampir delapan tahun yang saat ini saya jalani terkadang menyisakan jejak tanda tanya bagaimana tangan Gajah Mada bisa merangkul semua wilayah Nusantara. Saat memandang bentangan laut dari jendela pesawat, sering saya tak habis pikir bagaimana cara Gajah Mada menyatukan ide, menyatukan jarak, menyatukan persepsi seluruh wilayah Nusantara. Bahkan dengan teknologi yang ada saat ini – hanya jarak yang dipersempit – bentangan ide dan persepsi tak jarang justru melebar.
Sayang, hal ini tidak terdapat di dalam buku yang saya baca kali ini. Namun, saya sulit sekali melepaskan mata dari buku yang satu ini. Berbeda dengan tiga buku sebelumnya, buku Gajah Mada, Perang Bubat memiliki daya tarik yang jauh lebih kuat (lebih tepatnya “berbeda”) dibandingkan dengan buku sebelumnya. Kali ini, emosi cerita lebih kental terasa.

Rasa sesal, yang sayangnya tidak terlalu terungkap, Pradhabasu akibat mengusir anaknya. Ambisi Gajah Mada untuk ikut membawa dan memaksa Sunda berada di bawah payung Majapahit. Luapan cinta Saniscara (tokoh satu ini sebaiknya Anda kenal saat membaca buku, bukan melalui blog ini). Amarah pengiring Maharaja Linggabuana dan Sunda Galuh menanggapi pesan Gajah Mada yang disampaikan Tumenggung Larang Agung. Siasat licik dan dukungan membabi-buta pendukung Gajah Mada untuk mengobarkan perang dan menggagalkan pernikahan Prabu Hayam Wuruk.
Dan, tentu saja yang paling fenomenal adalah Perang Bubat itu sendiri – saat kemarahan berhadapan dengan ambisi. Darah harus kembali tumpah di tanah, atas nama ambisi dan cinta. Ambisi menyatukan Nusantara dan hujaman kujang bunuh diri Dyah Pitaloka atas nama cinta.
Di bagian akhir buku, satu hal yang sangat saya suka, Pak Langit membiarkan bagian akhir sebagai penutup yang menggantung dengan sesal dan pertanyaan – dan membiarkan kita menerka jawaban serta kelanjutan. I really like that. aryanugraha.wordpress.com
Book facts:
Judul: Gajah Mada, Perang Bubat
Penulis: Langit Kresna Hariadi
Penerbit: Tiga Serangkai, 2006
Tebal: xii, 448 hlm
Category: 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AremA

my ym

chat


ShoutMix chat widget

sing mampir

free counters

follow twitter

blogarama - the blog directory

rank me